Gudang Burung - Burung Maleo yang merupakan salah satu burung endemik yang dilindungi yang hidup pulau Sulawesi Tengah saat ini habitatnya terancam punah seiring dengan maraknya perburuan telur-telur burung Maleo untuk di konsumsi dan di jual di pasaran dunia. Kondisi itulah yang mendorong batin salah satu tokoh masyarakat Kabupaten Morowali Ahmad HM Ali mempelopori perlindungan habitat burung Maleo dengan membuat penangkaran alami serta menyerukan warga setempat untuk tidak mencuri telur-telur burung Maleo. Bahkan, Ia akan mengganti rugi setiap telur yang telah dicuri dialam liar.
Saat kami mengintip gerembolan burung Maleo yang akan bertelur Mnggu, (29/9) sore lalu dari sebuah gubuk setinggi hampir empat meter di lokasi penangkaran bertelurnya burung-burung Maleo, terlihat beberapa pasang burung Maleo yang sedang bertelur di sebuah penangkaran alami yang di buat keluarga Ahmad HM Ali yang terletak di sebuah pegunungan diantara rimbunnya perkebunan di Desa Wosu, Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali, Sulteng.
Burung Maleo yang terbang liar di antara rimbunnya hutan biasa memilih bertelur di pasir yang terdapat di tepi pantai. Namun, karena ancaman telur-telur yang mudah dicuri oleh manusia akhirnya Ahmad Ali bersama keluarga dan rekan-rekannya memprakasai pembuatan penangkaran alami dari timbunan pasir di tengah kawasan yang di jaga beberapa orang secara bergantian.
Seperti diketahui, Burung Maleo adalah jenis burung yang hanya bisa dijumpai di pulau Sulteng sehingga disebut burung endemik Sulawesi, yang unik dari burung Maleo adalah telur dan cara menetaskan telurnya, karena telurnya ukurannya besar maka dia tidak mengerami sendiri telurnya itu melainkan bersama pasangannya.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, habitat burung Maleo terancam punah karena perburuan terutama telurnya-telurnya yang berukuran besar yang dijual hingga pasaran dunia serta hilangnya habitat alami, diperkirakan habitat burung Maleo yang hidup di hutan Sulteng saat ini tinggal 5000 ekor.
Burung Maleo yang mengagumkan itu memiliki kebiasaan hidup yang mengesankan, tidak seperti hewan pada umumnya, burung Maleo dewasa akan berpasangan sehidup semati tanpa gonta-ganti pasangan. Ketika si betina sudah siap bertelur maka pasangan burung Maelo itu akan menemani berjalan kaki berkilo-kilo jauhnya dari hutan menuju pantai atau dekat mata air panas yang berpasir di dalam hutan untuk bertelur.
Menurut Ahmad Ali, dirinya bersama keluarga terdorong untuk melindungi burung Maleo dari ancaman kepunahan. “Awalnya burung-burung Maleo ini terbang bebas di hutan dan bertelur di pantai. Hanya kemudian dalam beberapa tahun terakhir telur-telur Maleo banyak di curi warga untuk di jual. Kondisi inilah yang membuat habitat burung Maleo terancam punah,” sebut Ahmad Ali.
Ahmad Ali lalu untuk membuat penangkaran di lokasi perkebunan milik keluarga Ahmad Ali di Desa Wosu. Saat ini lokasi penangkaran yang masih kecil akan di perluas untuk melindungi habitat burung Maleo. “Kalau dilindungi dan di jaga seperti ini paling tidak setiap tahun akan ada anak burung maleo yang lahir,” sebut Ahmad Ali.
Di Morowali, habitat Maleo paling banyak berada di Desa Wosu. Bahkan pada pernah utusan kedutaan Belanda datang ke Wosu hanya ingin melihat satwa tersebut.Salah satu upaya melestarikan burung Maleo dari ancaman kepunahan. Ahmad Ali menawarkan kepada warga yang biasa mencuri telur Maleo dialam akan mengganti rugi setiap telur-telur Maleo yang telah di curi warga.
“Kalau ada warga yang sering memburu telur burung Maleo, saya akan beli telur-telur itu dan nantinya akan di kembalikan ke lokasi penangkaran untuk di kembang biakan agar menetaskan anak-anak burung Maleo sehingga dapat kembali bebas di alam liar di pulau Sulawesi,” ujar Ahmad Ali.