Gudang Burung - Pemanfaatan predator alami berupa burung hantu untuk mengendalikan hama tikus mulai dikembangkan petani di bulak Graulan, Desa Giripeni, Kecamatan Wates, Kulonprogo. Para petani bersama-sama membuat rumah burung hantu yang kemudian dipasang di tengah sawah.
Untuk mengundang burung hantu datang ke kandang yang telah dipasang, tidak ada perlakuan khusus seperti pememberian umpan. Sebab, menurut Ketua Kelompok Tani Martani Desa Giripeni, Untung Suharjo, secara alamiah burung hantu suka keluar malam dan hinggap di tempat-tempat yang tinggi serta jauh dari hunian manusia.
“Kami sudah survey di lingkungan sekitar sini ada burung hantu. Binatang itu kan suka keluar malam, sehingga kami buat rumah burung hantu ini di sawah. Sementara baru dua tapi akan ditambah lagi, rencana ada enam rumah burung hantu,” kata Untung, Jumat (29/3).
Rumah-rumah burung hantu itu diletakkan di tiang penyangga dari bambu yang cukup tinggi di tengah-tengah sawah. Sehingga dari tempat itu burung hantu bisa leluasa melihat hama tikus yang akan disergapnya untuk dimangsa.
Untung mengatakan, para petani di wilayahnya sengaja mensiasati serangan hama tikus dengan langkah ini. Sebab burung hantu merupakan musuh alami yang biasa memangsa tikus sehingga relatif lebih murah untuk mengendalikan hama tersebut.
“Kalau mengadakan gropyokan tikus dan melakukan pengemposan kan mengeluarkan biaya (lebih banyak), sehingga kami membuat rumah burung hantu ini. Ini cukup efektif karena tikus begitu mendengar suara burung hantu juga langsung pada takut,” paparnya.
Ide memanfaatkan burung hantu untuk memerangi hama tikus ini, imbuh Untung, didapatnya dari internet. Kemudian kelompok tani di wilayanya melakukan studi banding ke petani di Moyudan, Kabupaten Sleman yang di sana pemanfaatan burung hantu sudah bisa berjalan.
“Hama tikus sementara ini di sini masih terkendali, tapi kami siaga daripada melakukan gerakan, lebih enak dari awal melakukan pengendalian,” ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertahut) Kulonprogo, Bambang Tri Budi Harsono mengatakan, dinas mengapresiasi upaya yang dilakukan para petani untuk mengendalikan hama tikus dengan burung hantu tersebut. Pengembangan pemanfaatan burung hantu itu merupakan hasil kerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).
“Ini menjadi pionir di Kelompok Martani ini. Mudah-mudahan nanti akan meluas di Kabupaten Kulonprogo, dilakukan secara swadaya oleh warga masyarakat,” katanya.
Bambang menambahkan, sekitar tahun 2006 lalu dinas sebenarnya sudah pernah menginisiasi pemanfaatan burung hantu untuk mengatasi serangan hama tikus. Namun ujicoba tersebut waktu itu tidak berjalan baik.
“Sebenarnya dulu sudah pernah ujicoba tahun 2006, melepas enam pasang di Sentolo dan Panjatan. Hanya memang setelah itu lepas dari pengamatan kita, setelah terbang sulit mengamati,” pungkasnya.